Asuhan Keperawatan Komunitas pada Anak sekolah dengan Gizi kurang
Pengkajian
Perawat komunitas perlu mengkaji data inti (core) meliputi berat badan anak saat ini, tinggi badan,lingkar kepala, lingkar lengan atas, pola makan. Kemudian pengkajian diarahkan kepada 8 elemen pengkajian sesuai dengan model yang digunakan. Pendidikan, keamanan dan transportasi, komunikasi, pelayanan kesehatan dan sosial, ekonomi, lingkungan politik dan pemerintahan, rekreasi dan lingkungan fisik.
Pengkajian ini dilakukan bersama dengan guru dan orang tua minimal setiap 6 bulan. Hasil pengkajian dianalisis dan masalah yang ditemui dinformasikan kepada orang tua.
Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang sering ditemui adalah Risiko penurunan status gizi, risiko anemia gizi,risiko tertular penyakit infeksi tertentu (Diare, ISPA, typoid).
Perencanaan
Perencanaan disusun bersama komponen guru, orang tua dan tenaga kesehatan. Perlu diperhatikan kalender akademik kegiatan sekolah. Perlu dilakukan kerjasama dengan berbagai komponen lain seperti pemerintah, LSM dan organisasi swasta lainnya. Strategi menggunakan berbagai metode seperti kemitraan dan mengembangkan "net working".
Implementasi
Pelaksanaan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. Pelaksanaan tetap memperhatikan tiga level pencegahan, yaitu :
Pencegahan primer
Dilakukan sebagai upaya meningkatkan status gizi anak usia sekolah melalui pendidikan kesehatan, motivasi kepada orang tua dan guru.
Pencegahan sekunder
Melakukan deteksi dini gangguan tumbuh kembang pada anak, jika ditemui anak dengan gizi kurang maka perlu pemberian makanan tambahan, membantu keluarga menyusun menu makanan anak,merubah pola makan anak dan mengobati penyakit pernyerta atau penyebab.
Pencegahan Tertier
Agar kondisi kurang gizi tidak berlanjut menjadi gizi buruk dan menimbilkan komplikasi lain, perlu pemantauan yang kontinu, periodik, lakukan kunjungan rumah, rubah pola makan keluarga dan anak, dan tingkatkan dukungan masyarakat sekitarnya.
Evaluasi
Membandingkan kondisi akhir dengan kondisi awal merupakan kegiatan inti dari evaluasi keperawatan komunitas. Disamping itu perlu diukur efektifitas dan efisiensi kegiatan, kemajuan, dampak (waktu yang lama). Evaluasi juga dilakukan dengan bekerjasama dengan lintas program dan sektoral. Evaluasi meliputi evaluasi struktur, proses dan hasil. Penggalian faktor pendukung dan penghambat sangat perlu sebagai acuan dalam kegiatan berikutnya.
BAB III
PELAKSANAAN
A. Profil wilayah dan Agregat
Kelurahan Kemiri Muka terdiri dari 20 Rukun Warga (RW) yang dibagi menjadi 84 Rukun Tetangga (RT). Dalam pembinaan kesehatan Kelurahan Kemiri muka berada dibawah tanggung jawab Puskesmas Kemiri Muka , jarak terjauh hanya 1 Km dari seluruh pemukiman warga. Sarana transportasi yang tersedia sangat memadai dan memudahkan masyarakat memperoleh pelayanan.
Dari segi demografi , jumlah penduduk mencapai 27.801 orang yang terdiri dari 13.706 laki-laki dan 14.095 perempuan (Data Puskesmas tahun 2003). Wilayah ini berkembang pesat dari pedesaan menjadi perkotaan sehingga penataan lingkungan dan kesiapan masyarakat dalam menerima arus perubahan tidak disiapkan sejak awal. Kehadiran Universitas Indonesia yang merupakan Universitas terbesar di Indonesia juga berefek terhadap tingginya mobilitas penduduk ke dan dari wilayah ini. Hal tersebut akan berpengaruh juga pada pola dan gaya hidup masyarakat. Perubahan yang terjadi akan berpengaruh terhadap meningkatnya kelompok yang rentan ( vurnerable group). Puskesmas Kemiri Muka mencatat bahwa kelompok rentan itu adalah bayi, balita, anak usia sekolah, ibu hamil, ibu bersali/menyusui, dan lansia.
Ditinjau dari Paradigma sehat, yang menjelaskan tentang lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan sebagai faktor yang mempengaruhi kesehatan. Perilaku yang ditemukan di wilayah Kemiri Muka diantaranya yaitu kebiasaan merokok, kurangnya olah raga secara teratur, diet yang tidak seimbang, kurangnya perhatian terhadap lingkungan yang menunjang kesehatan khususnya kasus Demam Berdarah. Perilaku-perilaku tersebut akan mendukung timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Sedangkan lingkungan yang pemukiman yang padat, tingginya polusi udara, penataan pasar yang tidak sehat, dan pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya di Kelurahan Kemiri Muka juga merupakan faktor pemicu munculnya masalah kesehatan seperti TBC, Demam Berdarah, ISPA, Diare dan sebagainya.
Dari aspek pelayanan kesehatan, wilayah Kemiri Muka selain mempunyai Puskesmas yang dapat dengan mudah dijangkau oleh masyarakat juga terdapat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak swasta seperti dokter praktek, rumah bersalin dan klinik. Namun belum optimal dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga belum mencapai sasaran sesuai target yang ditetapkan oleh Depkes seperti kasus TBC, Diare, ISPA (Puskesmas Kemiri Muka 2004).
Berdasarkan kondisi di atas maka perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak guna menata perilaku dan lingkungan yang sehat, sebagai upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat khususnya di Kelurahan Kemiri Muka sesuai dengan visi Dinas Kesehatan Jawa Barat yaitu Jawa Barat Sehat 2008 dan visi Departemen Kesehatan RI yaitu Indonesia Sehat 2010.
Berkaitan dengan anak usia sekolah dikelurahan kemirimuka jumlahnya tidak tercatat dengan baik, dari data kelurahan dapat dilihat bahwa komposisi penduduk tidak membagi komposisi penduduk berdasarkan rentang usia yang sesuai dengan tahapan tumbuh kembang, akan tetapi berdasarkan produktif dan non produktif. Ada 4 Negeri SD di kemirimuka dengan jumlah murid sekitar 600 orang. Sedangkan dalam survey ini hanya memilih 2 SD (02 dan 03 Kemiri Muka) dengan jumlah murid 290 orang dan jumlah sampel yang diambil adalah 79 orang murid secara proporsional.
B. Hasil Pengkajian dan Analisis
1. Hasil Pengkajian
Berikut disajikan hasil pengkajian status gizi anak usia sekolah di Kemiri Muka :
Diagram 3.2 :
Diagram 3.3 :
Dari diagram 3.1 dapat diketahui bahwa pada umumnya status gizi anak usia sekolah dikelurahan kemiri muka adalah baik (89,90), akan tetapi masih ada anak usia sekolah yang status gisinya sedang (6,30 %) dan sudah anak dengan status gizi lebih ( 3,80 %). Guru mengatakan penimbangan anak jarang dilakukan dan kalaupun dilakukan hasilnya tidak diberitahukan kefihgak sekolah. Puskesmas belum secara rutin melakukan pembinaan ke sekolah.
Dari diagram 3.2 dapat diperoleh informasi bahwa ada 21, 50 % anak usia sekolah yang menunjukan gejala anemia seperti konjunctiva pucat. Anemia akan mengakibatkan kurangnya kosentrasi anak, guru mengatakan anaknya sering mengantuk disekolah.
Diagram 3.3 menunjukan semua orang tua memberikan uang jajan kepada anaknya setiap hari dengan ju\mlah yang bervariasi yaitu yang terbanyak adalah antara 1000 s/d 2000 rupiah / hari (82,30 %). Berdasarkan wawancara dengan guru mengatakan bahwa orang tua lebih senang memberikan uang jajan kepada anaknya. Anak biasanya lebih senang jajan makanan ringan (ciki), permen dan es. Makanan tersebut tersedia di warung sekolah.
Dari diagram 3.4 dapat dilihat bahwa umumnya orang tua mempunyai persepsi yang kurang baik terhadap kebiasaan jajan (89,90 %), orang tua menganggap anak perlu jajan karena tidak sempat memasak, anak malas makan, kasihan dan malu sama teman. Kebiasaan jajan yang tidak baik ini akan berisiko menimbulkan berbagai penyakit infeksi dan kurang gizi pada anak.
Sedangkan dari diagram 3.5 diperoleh informasi orang tua masih banyak yang salah dalam mengolah sayur (54,40 %), kesalahan ini tentunya akan mengakibatkan hilangnya nilai vitamin dan mineral yang ada pada sayur. Orang tua mengatakan memotong dulu baru mencuci sayur serta memasak sayur sampai terlalu matang.
Diagram 3.6
Diagram 3.7 :
Diagram 3.8 :
Dari diagram 3.6 diketahui masih ada 10,10 % ibu yang belum memahami pentingn ya menu seimbang untuk anaknya. Hal ini tentu akan berpengaruh kepada penyediaan menu makanan di rumah.
Diagram 3.7 menginformasikan tidak semua ibu sudah mendapat informasi tentang menu seimbang dan masalah gizi lainnya, ada 50,60 % ibu yang belum memperoleh tentang makanan bergizi, sedangkan 27,80 % ibu memperoleh informasi dari berbagai sumber seperti televisi, koran, tenaga kesehatan dan media masa lainnya serta ada 21,50 % ibu memperoleh informasi hanya dari satu sumber. Informasi dari berbagai sumber sangat dibutuhkan ibu atau keluarga, sehingga ibu tidak salah persepsi tentang makanan bergizi.
Ada 29, 10 % keluarga yang memanfaatkan pekarangannya untuk mendukung sumber gizi keluarga dari 41,80 % keluarga yang mempunyai pekarangan rumah, sedangkan yang laiinya tidak memanfaatkan pekarangannya dengan baik. Padahal pekarangan dapat digunakan sebagai pendukung sumber gizi bagi keluarga, khususnya anak usia sekolah seperti menanam sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan dan binatang ternak.
Diagram 3.9
Diagram 3.10
Diagram 3.11
Diagram 3.12
Diagram 3.09 menggambarkan umumnya (79,70 %) keluarga berpenghasilan 500 ribu s/d 1 juta rupiah dan ada 6,30 % keluarga yang berpenghasilan kurang dari 500 ribu rupiah. Data ini menunjukan masih ada keluarga yang termasuki kategori miskin, dengan rata-rata perkapita per bulan kurang Rp. 141.000,-. Kemiskinan akan mengakibatkan menurunnya daya beli dan pada umumnya keluarga yang miskin ini juga berpendidikan rendah. Hal ini menambah risiko kurang gizi pada anak usia sekolah.
Umumnya ibu-ibu dengan anak usia sekolah tidak bekerja (88,60 %) seperti terlihat pada diagram 3.11, hal ini seharusnya sangat mendukung dalam pemeliharaan kesehatan anak, akan tetapi pendidikan ibu pun ternyata banyak yang rendah seperti terlihat pada diagram 3.12 , banyak ibu berpendidikan SD (34,20 5), walaupun pendidikan bapak lebih tinggi dari pendidikan ibu, palung banyak pendidikan bapak adalah SLTP (31,60 %)
Data lain yang diperoleh adalah 15, 2 % anak mengalami sulit makan dan 67,1 % anak aktif bermain (Data terlampir). Anak yang aktif tetapi tidak diiringi dengan intake makanan yang cukupo tentu akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti penurunan daya tahan tubuh dan mudah terkena penyakit infeksi.
Orang tua memberikan informasi 98, 7 % mereka tidak pernah diikutkan dalam kegiatan UKS (data terlampir) hal iniakan menyulitkan bagi guru dan tenaga kesehatan, karena sulit bekerjasama dengan orangtua dalam mengatur pola makan anak. Dirumahpun anak sering diberi jajan pada sore hari (31,60 %) karena orang tua tidak sempat memberikan makanan selingan.
Orang tua sebetulnya ingin mengikuti kegiatan UKS (93,7 %), hal ini perlu direspon secara positif oleh guru dan tenaga kesehatan. Dalam pemilihan menu makanan umumnya orang tua lebih mengutamakan protein nabati, hal ini dapat dilihat dari data (terlampir) orang tua hampir setiap hari memberikan protein nabati, sedangkan protein hewani 1-2 kali setiap minggu, pemberian susu 2-3 kali seminggu dan buah-buahan 2-3 kali seminggu.
Tabel 3.13 :
Distribusi Penyakit Anak Usia sekolah 6 Bulan terakhir di Kemiri Muka Bulan November 2004
Penyakit
Jumlah
Persentase
Batuk Pilek
8
10,20
Diare
3
3,80
Cacar
1
1,30
Typus
1
1,30
Tidak Ada
66
83,50
Total
79
100 %
Dari tabel 3.13 terlihat penyakit yang terbanyak dialami anak 6 bulan terakhir adalah batuk pilek (10,20 %), walaupun 83,50 % anak tidak mengalami sakit 6 bulan terakhir, akan tetapi melihat pola penyakit yang ada menunjukan banyak penyakit infeksi yang dialami anak.
2. Analisa Data
DATA
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- 6,3 % anak sekolah status gizinya
sedang dan 89,9 % status gizi baik.
- 100 % keluarga memberikan uang jajan kepada anaknya.
- Ibu - ibu tidak pernah diikutkan
Dalam kegiatan UKS.
- 31,6 % ibu masih memberikan uang
jajan di rumah.
- Makanan yang disediakan diwarung
Sekolah umumnya adalah makanan
Ringan (ciki, permen dan es)
- Pendidikan bapak umumnya tamat
SLTP (31,6 %) sedangkan pendidikan
ibu umumnya tamat SD (34,2 %)
- Kegiatan UKS selama ini hanya dilakukan jika ada lomba dan tidak secara kontinu.
- Puskesmas belum melaksanalan pembinaan secara berkala.
Risiko Penurunan Status Gizi anak Usia sekolah di kelurahan Kemiri Muka Depok berhubungan dengan Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya menu seimbang bagi anak usia sekolah.
- 21,5 % anak menunjukan tanda anemia (konjunctiva pucat).
- Guru mengatakan anaknya banyak yang suka mengantuk saat belajar.
- Ada beberapa anak yang sulit berkosentrasi.
- Umumnya prosetin yang dikosumsi adalah protein nabati, sedangkan protein hewani hanya 2-3 kali setiap minggu.
- 6,3 % anak sekolah status gizinya
sedang dan 89,9 % status gizi baik.
- 100 % keluarga memberikan uang jajan kepada anaknya.
- 31,6 % ibu masih memberikan uang
jajan di rumah.
- Makanan yang disediakan diwarung
Sekolah umumnya adalah makanan
Ringan (ciki, permen dan es)
- Puskesmas belum melaksanalan pembinaan secara berkala.
Risiko meningkatnya anemia defisiensi gizi pada anak usia sekolah di Kelurahan kemiri muka Depok berhubungan dengan Kurangnya intake protein pada makanan anak usia sekolah.
- 10,2 % anak mengalami batuk pilek dalam 6 bulan terakhir dan ada beberapa anak yang menderita diare dan typus dalam 6 bulan terakhir.
- 6,3 % anak sekolah status gizinya
sedang dan 89,9 % status gizi baik.
- 100 % keluarga memberikan uang jajan kepada anaknya.
- 31,6 % ibu masih memberikan uang
jajan di rumah.
- Makanan yang disediakan diwarung
Sekolah umumnya adalah makanan
Ringan (ciki, permen dan es)
- Kegiatan UKS selama ini hanya dilakukan jika ada lomba dan tidak secara kontinu.
- Puskesmas belum melaksanalan pembinaan secara berkala.
- Kosumsi protein hewani sangat kurang.
Risiko terjadinya penyakit infeksi (Diare, ISPA, Typus dll) pada anak usia sekolah di Kelurahan kemiri muka Depok berhubungan Perilaku kosumsi makanan yang salah.
Dari ketiga diagnosa keperawatan diatas, penulis hanya akan melaksanakan implementasi untuk doagnosa yang pertama saja, mengingat waktu yang relatif singkat untuk merubah perilaku masyarakat, khususnya perilaku anak dan orang tua dalam pemberian makanan bergizi pada anak.
3. Perencanaan
Diagnosa I :
Risiko Penurunan Status Gizi anak Usia sekolah di kelurahan Kemiri Muka Depok berhubungan dengan Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya menu seimbang bagi anak usia sekolah.
Tujuan Umum :
Penurunan Status gizi pada anak usia sekolah di kemiri Muka dapat dicegah dalam waktu 6 Bulan
Tujuan Khusus :
a). Guru, orang tua memahami pemantauan berat badan anaknya, b). terbentuknya kemitraan antara guru-puskesmas dan orang tua, c). orang tua mampu memberikan makanan menu seimbang sesuai dengan kebutuhan anaknya, d). Guru dapat melakukan pemantaun status gizi anak sekolah dengan melibatkan orang tua,
e). Puskesmas dapat melakukan pembinaan terhadap sekolah.
Rencana Intervensi dan Rasional:
a). Sosialisasikan hasil survey kepada sekolah dan Puskesmas serta masyarakat) (Sosialisasi penting sebagai dasar ilmiah dalam menentukan masalah dimana pengungkapan masalah dengan cara yang ilmiah, sehingga dukungan dari komponen diatas dapat diperoleh dengan relatif lebih mudah), b). lakukan komunikasi yang lebih intensif dengan guru dan Puskesmas (Komunikasi yang lebih intensif akan lebih membuka wawasan sekolah dan Puskesmas tentang pentingnya kegiatan UKS terutama pemantauan status gizi), c). Sepakati rencana tindakan jangka pendek berkaitan dengan pencegahan penurunan status gizi (Kesepakatan penting agar ada kesepahaman dalam waktu dan tanggungjawab), d). lakukan pelatihan pemabtauan tumbuh kembang (pelatihan penting dilakukan agar guru terlatih dalam memonitor status gizi anak), e). diskusikan program jangka panjang dengan Puskesmas dan sekolah (Program jangka panjang perlu direncanakan agar ada kesinambungan kegiatan UKS, khususnya pemantauan status gizi anak), f ). Tuangkan hasil kesepakatan dalam bentuk tertulis / MOU (Kesepakatan tertulis penting agar ada tanggungjawab bersama diantara semua komponen)
4. Implementasi
Pada tanggal 8 Desember 2004 dilakukan sosialisasi hasil survey kepada sekolah, Puskesmas dan tokoh masyarakat, kemudian 13 Desember dilakukan diskusi lebih mendalam tentang hasil survey dan pentingnya kemitraan dalam mengatasi masalah dengan sekolah dan Puskesmas, tanggal 14 disepakati perlunya pelatihan pemantauan tumbuh kembang anak usia sekolah bagi guru-guru di SD kemiri muka dengan nara sumber dari mahasiswa FIK, kemudian dilakukan kesepakatan tentang (jadwal, tempat, jam dan siapa yang diundang), maka tanggal 22 Desember 2004 jam 10.00 s.d 11.30 wib dilakukan pelatihan pemantauan tumbuh kembang yang diukuti 14 guru SD di kelurahan kemiri muka, kemudian disetujui perlu adanya kesepakatan antara sekolah-Puskesmas dan orang tua agar kegiatan UKS khususnya peningkatan status gizi anak usia sekolah dapat dilakuka secara berkala dan kontinu dan tanggal 28 Desember 2004 telah disosialisasikan hasil kegiatan kepada masyarakat dan secara tertulis kepada Puskemas dan sekolah.
5. Evaluasi dan Tindak Lanjut
Karena keterbatasan waktu dalam pelaksanaan implementasi, maka tujuan jangka panjang tidak dapat dievaluasi diakhir kegiatan, maka penulis mencoba melakukan evaluasi beberapa tujuan jangka pendek. Evaluasi menggunakan metode donabedian meliputi evaluasi struktur, proses dan output.
a. Evaluasi Struktur
Pada kegiatan sosialisasi hasil survey perencanaan dilakukan secara terkoordinasi dengan baik antara sekolah, puskesmas, kelurahan dan kader kesehatan serta program praktik spesialis keprawatan komunitas. Kelurahan menyediakan tempat, mencetak dan mendistribusikan undangan serta membantu penyediaan sebagian kosumsi. Begitu juga pada kegiatan diskusi hasil lebih mendalam dengan Puskesmas dan guru, Puskemas dan sekolah bersedia dan menyediakan waktu dalam diskusi sesuai dengan apa yang direncanakan.
Pada saat pelaksaaan pelatihan persiapan berjalan dengan baik, undangan dibuat dan didistribusikan Puskesmas dibantu praktikan, penyiapan tempat disepakati oleh pihak sekolah (SDN kemiri Muka 03), undangan sudah tersebar 2 hari sebelum pelaksanaan, materi disiapkan dan digandakan oleh praktikan, sebelum pelatihan dimulai materi sudah dibagikan ke peserta, undangan datang melebihi dari yang diundang, media dipersiapkan dengan baik dan semua berfungsi dengan baik serta ruangan sudah diatur sedemikian rupa sesuai disain praktikan.
Pada presentasi akhir persiapan agat terburu-buru dan secara mendadak juga ada kegiatan di kecamatan, undangan sudah tersebar satu hari sebelum kegiatan, tempat kegiatan di kelurahan sudah disiapkan dengan baik, akan tetapi dukungan kelurahan kurang karena adanya koordinasi yang kurang baik diantara aparat kelurahan. Dari fihak sekolah ada kesulitan karena adanya kegiatan libus sekolah dan dari Puskesmas kurang mensupport kegiatan dengan alasan sibuk di Puskesmas.
b. Evaluasi Proses
Untuk kegiatan sosialisasi hasil survey dalam proses mahasiswa menyajikan dengan baik hasil survey dan sangat direspon oleh peserta yang hadir. Banyak pertanyaan dari peserta yang hadir, tetapi karena batasan waktu yang telah di setting banyak pertanyaan yang tidak tertampung, akan tetapi pada saat itu sudah disepakati adanya suatu kegiatan yang berkaitan dengan pemantauan tumbuh kembang anak dan juga melibatkan guru TK jangan hanya guru SD.
Proses diskusi dengan sekolah dan Puskesmas juga dapat terlaksana dengan baik, sekolah sangat antusias dengan rencana kegiatan dan siap membantu kegiatan, begitu juga dengan Puskesmas siap membantu kegiatan.
Pada pelaksaan pelatihan terlihat peserta sangat antusias, perserta dapat memahami cara pemantauan tumbuh kembang anak dan dapat melakukan pemantauan tumbuh kembang anak, hal ini dapat dilihat dari latihan yang dilakukan. Dalam kegiatan ini juga banyak muncil pertanyaan serta usulan peserta agar kegiatan UKS lebih terencana dan kontinu. Akan tetapi pihak puskesmas tidak dapat hadir saat kegiatan ini, karena saat bersamaan ada kegiatan BIAS di SD lainnya.
c. Evaluasi output (Hasil)
Kegiatan sosialisasi terlaksana dengan baik dan hasilnya adalah kesepakatan berbagai kegiatan. Negosiasi dengan sekolah dan Puskesmas menghasilkan kesepakatan tentang jadwal pelatihan. Hasil pelatihan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dalam pemantauan tumbuh kembang anak, hal ini dibuktikan dari 3 guru yang diuji mempraktikan pemantauan tumbuh kembang pada anak, ketiganya dapat melakukan dengan cara yang benar, serta menginterpretasikan dengan baik hasil pengukuran. Kesepakatan pembentukan kemitraan belum terlaksana dengan baik, walaupun ada keinginan dari sekolah. Pihak Puskesmas secara terpisah mengatakan akan mendukung kemitraan tersebut, akan tetapi mengatakan keterbatasan tenaga, makanya kegiatan yang terlaksana hanya BIAS.
Tindak lanjut
Pemantauan tumbuh kembang perlu dilakukan secara teratur dan kontinu oleh guru dibawah binaan Puskesmas. Orang tua juga akan dilibatkan dalam berbagai kegiatan UKS. Puskesmas perlu membina sekolah secara profesional agar kesehatan anak usia sekolah dapat ditingkatkan secara optimal. Pembinaan secara akademis oleh FIK-UI perlu dikembangkan sehingga kemitraan dapat terjalin dengan baik
Pengkajian
Perawat komunitas perlu mengkaji data inti (core) meliputi berat badan anak saat ini, tinggi badan,lingkar kepala, lingkar lengan atas, pola makan. Kemudian pengkajian diarahkan kepada 8 elemen pengkajian sesuai dengan model yang digunakan. Pendidikan, keamanan dan transportasi, komunikasi, pelayanan kesehatan dan sosial, ekonomi, lingkungan politik dan pemerintahan, rekreasi dan lingkungan fisik.
Pengkajian ini dilakukan bersama dengan guru dan orang tua minimal setiap 6 bulan. Hasil pengkajian dianalisis dan masalah yang ditemui dinformasikan kepada orang tua.
Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang sering ditemui adalah Risiko penurunan status gizi, risiko anemia gizi,risiko tertular penyakit infeksi tertentu (Diare, ISPA, typoid).
Perencanaan
Perencanaan disusun bersama komponen guru, orang tua dan tenaga kesehatan. Perlu diperhatikan kalender akademik kegiatan sekolah. Perlu dilakukan kerjasama dengan berbagai komponen lain seperti pemerintah, LSM dan organisasi swasta lainnya. Strategi menggunakan berbagai metode seperti kemitraan dan mengembangkan "net working".
Implementasi
Pelaksanaan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. Pelaksanaan tetap memperhatikan tiga level pencegahan, yaitu :
Pencegahan primer
Dilakukan sebagai upaya meningkatkan status gizi anak usia sekolah melalui pendidikan kesehatan, motivasi kepada orang tua dan guru.
Pencegahan sekunder
Melakukan deteksi dini gangguan tumbuh kembang pada anak, jika ditemui anak dengan gizi kurang maka perlu pemberian makanan tambahan, membantu keluarga menyusun menu makanan anak,merubah pola makan anak dan mengobati penyakit pernyerta atau penyebab.
Pencegahan Tertier
Agar kondisi kurang gizi tidak berlanjut menjadi gizi buruk dan menimbilkan komplikasi lain, perlu pemantauan yang kontinu, periodik, lakukan kunjungan rumah, rubah pola makan keluarga dan anak, dan tingkatkan dukungan masyarakat sekitarnya.
Evaluasi
Membandingkan kondisi akhir dengan kondisi awal merupakan kegiatan inti dari evaluasi keperawatan komunitas. Disamping itu perlu diukur efektifitas dan efisiensi kegiatan, kemajuan, dampak (waktu yang lama). Evaluasi juga dilakukan dengan bekerjasama dengan lintas program dan sektoral. Evaluasi meliputi evaluasi struktur, proses dan hasil. Penggalian faktor pendukung dan penghambat sangat perlu sebagai acuan dalam kegiatan berikutnya.
BAB III
PELAKSANAAN
A. Profil wilayah dan Agregat
Kelurahan Kemiri Muka terdiri dari 20 Rukun Warga (RW) yang dibagi menjadi 84 Rukun Tetangga (RT). Dalam pembinaan kesehatan Kelurahan Kemiri muka berada dibawah tanggung jawab Puskesmas Kemiri Muka , jarak terjauh hanya 1 Km dari seluruh pemukiman warga. Sarana transportasi yang tersedia sangat memadai dan memudahkan masyarakat memperoleh pelayanan.
Dari segi demografi , jumlah penduduk mencapai 27.801 orang yang terdiri dari 13.706 laki-laki dan 14.095 perempuan (Data Puskesmas tahun 2003). Wilayah ini berkembang pesat dari pedesaan menjadi perkotaan sehingga penataan lingkungan dan kesiapan masyarakat dalam menerima arus perubahan tidak disiapkan sejak awal. Kehadiran Universitas Indonesia yang merupakan Universitas terbesar di Indonesia juga berefek terhadap tingginya mobilitas penduduk ke dan dari wilayah ini. Hal tersebut akan berpengaruh juga pada pola dan gaya hidup masyarakat. Perubahan yang terjadi akan berpengaruh terhadap meningkatnya kelompok yang rentan ( vurnerable group). Puskesmas Kemiri Muka mencatat bahwa kelompok rentan itu adalah bayi, balita, anak usia sekolah, ibu hamil, ibu bersali/menyusui, dan lansia.
Ditinjau dari Paradigma sehat, yang menjelaskan tentang lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan sebagai faktor yang mempengaruhi kesehatan. Perilaku yang ditemukan di wilayah Kemiri Muka diantaranya yaitu kebiasaan merokok, kurangnya olah raga secara teratur, diet yang tidak seimbang, kurangnya perhatian terhadap lingkungan yang menunjang kesehatan khususnya kasus Demam Berdarah. Perilaku-perilaku tersebut akan mendukung timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Sedangkan lingkungan yang pemukiman yang padat, tingginya polusi udara, penataan pasar yang tidak sehat, dan pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya di Kelurahan Kemiri Muka juga merupakan faktor pemicu munculnya masalah kesehatan seperti TBC, Demam Berdarah, ISPA, Diare dan sebagainya.
Dari aspek pelayanan kesehatan, wilayah Kemiri Muka selain mempunyai Puskesmas yang dapat dengan mudah dijangkau oleh masyarakat juga terdapat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak swasta seperti dokter praktek, rumah bersalin dan klinik. Namun belum optimal dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga belum mencapai sasaran sesuai target yang ditetapkan oleh Depkes seperti kasus TBC, Diare, ISPA (Puskesmas Kemiri Muka 2004).
Berdasarkan kondisi di atas maka perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak guna menata perilaku dan lingkungan yang sehat, sebagai upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat khususnya di Kelurahan Kemiri Muka sesuai dengan visi Dinas Kesehatan Jawa Barat yaitu Jawa Barat Sehat 2008 dan visi Departemen Kesehatan RI yaitu Indonesia Sehat 2010.
Berkaitan dengan anak usia sekolah dikelurahan kemirimuka jumlahnya tidak tercatat dengan baik, dari data kelurahan dapat dilihat bahwa komposisi penduduk tidak membagi komposisi penduduk berdasarkan rentang usia yang sesuai dengan tahapan tumbuh kembang, akan tetapi berdasarkan produktif dan non produktif. Ada 4 Negeri SD di kemirimuka dengan jumlah murid sekitar 600 orang. Sedangkan dalam survey ini hanya memilih 2 SD (02 dan 03 Kemiri Muka) dengan jumlah murid 290 orang dan jumlah sampel yang diambil adalah 79 orang murid secara proporsional.
B. Hasil Pengkajian dan Analisis
1. Hasil Pengkajian
Berikut disajikan hasil pengkajian status gizi anak usia sekolah di Kemiri Muka :
Diagram 3.2 :
Diagram 3.3 :
Dari diagram 3.1 dapat diketahui bahwa pada umumnya status gizi anak usia sekolah dikelurahan kemiri muka adalah baik (89,90), akan tetapi masih ada anak usia sekolah yang status gisinya sedang (6,30 %) dan sudah anak dengan status gizi lebih ( 3,80 %). Guru mengatakan penimbangan anak jarang dilakukan dan kalaupun dilakukan hasilnya tidak diberitahukan kefihgak sekolah. Puskesmas belum secara rutin melakukan pembinaan ke sekolah.
Dari diagram 3.2 dapat diperoleh informasi bahwa ada 21, 50 % anak usia sekolah yang menunjukan gejala anemia seperti konjunctiva pucat. Anemia akan mengakibatkan kurangnya kosentrasi anak, guru mengatakan anaknya sering mengantuk disekolah.
Diagram 3.3 menunjukan semua orang tua memberikan uang jajan kepada anaknya setiap hari dengan ju\mlah yang bervariasi yaitu yang terbanyak adalah antara 1000 s/d 2000 rupiah / hari (82,30 %). Berdasarkan wawancara dengan guru mengatakan bahwa orang tua lebih senang memberikan uang jajan kepada anaknya. Anak biasanya lebih senang jajan makanan ringan (ciki), permen dan es. Makanan tersebut tersedia di warung sekolah.
Dari diagram 3.4 dapat dilihat bahwa umumnya orang tua mempunyai persepsi yang kurang baik terhadap kebiasaan jajan (89,90 %), orang tua menganggap anak perlu jajan karena tidak sempat memasak, anak malas makan, kasihan dan malu sama teman. Kebiasaan jajan yang tidak baik ini akan berisiko menimbulkan berbagai penyakit infeksi dan kurang gizi pada anak.
Sedangkan dari diagram 3.5 diperoleh informasi orang tua masih banyak yang salah dalam mengolah sayur (54,40 %), kesalahan ini tentunya akan mengakibatkan hilangnya nilai vitamin dan mineral yang ada pada sayur. Orang tua mengatakan memotong dulu baru mencuci sayur serta memasak sayur sampai terlalu matang.
Diagram 3.6
Diagram 3.7 :
Diagram 3.8 :
Dari diagram 3.6 diketahui masih ada 10,10 % ibu yang belum memahami pentingn ya menu seimbang untuk anaknya. Hal ini tentu akan berpengaruh kepada penyediaan menu makanan di rumah.
Diagram 3.7 menginformasikan tidak semua ibu sudah mendapat informasi tentang menu seimbang dan masalah gizi lainnya, ada 50,60 % ibu yang belum memperoleh tentang makanan bergizi, sedangkan 27,80 % ibu memperoleh informasi dari berbagai sumber seperti televisi, koran, tenaga kesehatan dan media masa lainnya serta ada 21,50 % ibu memperoleh informasi hanya dari satu sumber. Informasi dari berbagai sumber sangat dibutuhkan ibu atau keluarga, sehingga ibu tidak salah persepsi tentang makanan bergizi.
Ada 29, 10 % keluarga yang memanfaatkan pekarangannya untuk mendukung sumber gizi keluarga dari 41,80 % keluarga yang mempunyai pekarangan rumah, sedangkan yang laiinya tidak memanfaatkan pekarangannya dengan baik. Padahal pekarangan dapat digunakan sebagai pendukung sumber gizi bagi keluarga, khususnya anak usia sekolah seperti menanam sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan dan binatang ternak.
Diagram 3.9
Diagram 3.10
Diagram 3.11
Diagram 3.12
Diagram 3.09 menggambarkan umumnya (79,70 %) keluarga berpenghasilan 500 ribu s/d 1 juta rupiah dan ada 6,30 % keluarga yang berpenghasilan kurang dari 500 ribu rupiah. Data ini menunjukan masih ada keluarga yang termasuki kategori miskin, dengan rata-rata perkapita per bulan kurang Rp. 141.000,-. Kemiskinan akan mengakibatkan menurunnya daya beli dan pada umumnya keluarga yang miskin ini juga berpendidikan rendah. Hal ini menambah risiko kurang gizi pada anak usia sekolah.
Umumnya ibu-ibu dengan anak usia sekolah tidak bekerja (88,60 %) seperti terlihat pada diagram 3.11, hal ini seharusnya sangat mendukung dalam pemeliharaan kesehatan anak, akan tetapi pendidikan ibu pun ternyata banyak yang rendah seperti terlihat pada diagram 3.12 , banyak ibu berpendidikan SD (34,20 5), walaupun pendidikan bapak lebih tinggi dari pendidikan ibu, palung banyak pendidikan bapak adalah SLTP (31,60 %)
Data lain yang diperoleh adalah 15, 2 % anak mengalami sulit makan dan 67,1 % anak aktif bermain (Data terlampir). Anak yang aktif tetapi tidak diiringi dengan intake makanan yang cukupo tentu akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti penurunan daya tahan tubuh dan mudah terkena penyakit infeksi.
Orang tua memberikan informasi 98, 7 % mereka tidak pernah diikutkan dalam kegiatan UKS (data terlampir) hal iniakan menyulitkan bagi guru dan tenaga kesehatan, karena sulit bekerjasama dengan orangtua dalam mengatur pola makan anak. Dirumahpun anak sering diberi jajan pada sore hari (31,60 %) karena orang tua tidak sempat memberikan makanan selingan.
Orang tua sebetulnya ingin mengikuti kegiatan UKS (93,7 %), hal ini perlu direspon secara positif oleh guru dan tenaga kesehatan. Dalam pemilihan menu makanan umumnya orang tua lebih mengutamakan protein nabati, hal ini dapat dilihat dari data (terlampir) orang tua hampir setiap hari memberikan protein nabati, sedangkan protein hewani 1-2 kali setiap minggu, pemberian susu 2-3 kali seminggu dan buah-buahan 2-3 kali seminggu.
Tabel 3.13 :
Distribusi Penyakit Anak Usia sekolah 6 Bulan terakhir di Kemiri Muka Bulan November 2004
Penyakit
Jumlah
Persentase
Batuk Pilek
8
10,20
Diare
3
3,80
Cacar
1
1,30
Typus
1
1,30
Tidak Ada
66
83,50
Total
79
100 %
Dari tabel 3.13 terlihat penyakit yang terbanyak dialami anak 6 bulan terakhir adalah batuk pilek (10,20 %), walaupun 83,50 % anak tidak mengalami sakit 6 bulan terakhir, akan tetapi melihat pola penyakit yang ada menunjukan banyak penyakit infeksi yang dialami anak.
2. Analisa Data
DATA
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- 6,3 % anak sekolah status gizinya
sedang dan 89,9 % status gizi baik.
- 100 % keluarga memberikan uang jajan kepada anaknya.
- Ibu - ibu tidak pernah diikutkan
Dalam kegiatan UKS.
- 31,6 % ibu masih memberikan uang
jajan di rumah.
- Makanan yang disediakan diwarung
Sekolah umumnya adalah makanan
Ringan (ciki, permen dan es)
- Pendidikan bapak umumnya tamat
SLTP (31,6 %) sedangkan pendidikan
ibu umumnya tamat SD (34,2 %)
- Kegiatan UKS selama ini hanya dilakukan jika ada lomba dan tidak secara kontinu.
- Puskesmas belum melaksanalan pembinaan secara berkala.
Risiko Penurunan Status Gizi anak Usia sekolah di kelurahan Kemiri Muka Depok berhubungan dengan Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya menu seimbang bagi anak usia sekolah.
- 21,5 % anak menunjukan tanda anemia (konjunctiva pucat).
- Guru mengatakan anaknya banyak yang suka mengantuk saat belajar.
- Ada beberapa anak yang sulit berkosentrasi.
- Umumnya prosetin yang dikosumsi adalah protein nabati, sedangkan protein hewani hanya 2-3 kali setiap minggu.
- 6,3 % anak sekolah status gizinya
sedang dan 89,9 % status gizi baik.
- 100 % keluarga memberikan uang jajan kepada anaknya.
- 31,6 % ibu masih memberikan uang
jajan di rumah.
- Makanan yang disediakan diwarung
Sekolah umumnya adalah makanan
Ringan (ciki, permen dan es)
- Puskesmas belum melaksanalan pembinaan secara berkala.
Risiko meningkatnya anemia defisiensi gizi pada anak usia sekolah di Kelurahan kemiri muka Depok berhubungan dengan Kurangnya intake protein pada makanan anak usia sekolah.
- 10,2 % anak mengalami batuk pilek dalam 6 bulan terakhir dan ada beberapa anak yang menderita diare dan typus dalam 6 bulan terakhir.
- 6,3 % anak sekolah status gizinya
sedang dan 89,9 % status gizi baik.
- 100 % keluarga memberikan uang jajan kepada anaknya.
- 31,6 % ibu masih memberikan uang
jajan di rumah.
- Makanan yang disediakan diwarung
Sekolah umumnya adalah makanan
Ringan (ciki, permen dan es)
- Kegiatan UKS selama ini hanya dilakukan jika ada lomba dan tidak secara kontinu.
- Puskesmas belum melaksanalan pembinaan secara berkala.
- Kosumsi protein hewani sangat kurang.
Risiko terjadinya penyakit infeksi (Diare, ISPA, Typus dll) pada anak usia sekolah di Kelurahan kemiri muka Depok berhubungan Perilaku kosumsi makanan yang salah.
Dari ketiga diagnosa keperawatan diatas, penulis hanya akan melaksanakan implementasi untuk doagnosa yang pertama saja, mengingat waktu yang relatif singkat untuk merubah perilaku masyarakat, khususnya perilaku anak dan orang tua dalam pemberian makanan bergizi pada anak.
3. Perencanaan
Diagnosa I :
Risiko Penurunan Status Gizi anak Usia sekolah di kelurahan Kemiri Muka Depok berhubungan dengan Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya menu seimbang bagi anak usia sekolah.
Tujuan Umum :
Penurunan Status gizi pada anak usia sekolah di kemiri Muka dapat dicegah dalam waktu 6 Bulan
Tujuan Khusus :
a). Guru, orang tua memahami pemantauan berat badan anaknya, b). terbentuknya kemitraan antara guru-puskesmas dan orang tua, c). orang tua mampu memberikan makanan menu seimbang sesuai dengan kebutuhan anaknya, d). Guru dapat melakukan pemantaun status gizi anak sekolah dengan melibatkan orang tua,
e). Puskesmas dapat melakukan pembinaan terhadap sekolah.
Rencana Intervensi dan Rasional:
a). Sosialisasikan hasil survey kepada sekolah dan Puskesmas serta masyarakat) (Sosialisasi penting sebagai dasar ilmiah dalam menentukan masalah dimana pengungkapan masalah dengan cara yang ilmiah, sehingga dukungan dari komponen diatas dapat diperoleh dengan relatif lebih mudah), b). lakukan komunikasi yang lebih intensif dengan guru dan Puskesmas (Komunikasi yang lebih intensif akan lebih membuka wawasan sekolah dan Puskesmas tentang pentingnya kegiatan UKS terutama pemantauan status gizi), c). Sepakati rencana tindakan jangka pendek berkaitan dengan pencegahan penurunan status gizi (Kesepakatan penting agar ada kesepahaman dalam waktu dan tanggungjawab), d). lakukan pelatihan pemabtauan tumbuh kembang (pelatihan penting dilakukan agar guru terlatih dalam memonitor status gizi anak), e). diskusikan program jangka panjang dengan Puskesmas dan sekolah (Program jangka panjang perlu direncanakan agar ada kesinambungan kegiatan UKS, khususnya pemantauan status gizi anak), f ). Tuangkan hasil kesepakatan dalam bentuk tertulis / MOU (Kesepakatan tertulis penting agar ada tanggungjawab bersama diantara semua komponen)
4. Implementasi
Pada tanggal 8 Desember 2004 dilakukan sosialisasi hasil survey kepada sekolah, Puskesmas dan tokoh masyarakat, kemudian 13 Desember dilakukan diskusi lebih mendalam tentang hasil survey dan pentingnya kemitraan dalam mengatasi masalah dengan sekolah dan Puskesmas, tanggal 14 disepakati perlunya pelatihan pemantauan tumbuh kembang anak usia sekolah bagi guru-guru di SD kemiri muka dengan nara sumber dari mahasiswa FIK, kemudian dilakukan kesepakatan tentang (jadwal, tempat, jam dan siapa yang diundang), maka tanggal 22 Desember 2004 jam 10.00 s.d 11.30 wib dilakukan pelatihan pemantauan tumbuh kembang yang diukuti 14 guru SD di kelurahan kemiri muka, kemudian disetujui perlu adanya kesepakatan antara sekolah-Puskesmas dan orang tua agar kegiatan UKS khususnya peningkatan status gizi anak usia sekolah dapat dilakuka secara berkala dan kontinu dan tanggal 28 Desember 2004 telah disosialisasikan hasil kegiatan kepada masyarakat dan secara tertulis kepada Puskemas dan sekolah.
5. Evaluasi dan Tindak Lanjut
Karena keterbatasan waktu dalam pelaksanaan implementasi, maka tujuan jangka panjang tidak dapat dievaluasi diakhir kegiatan, maka penulis mencoba melakukan evaluasi beberapa tujuan jangka pendek. Evaluasi menggunakan metode donabedian meliputi evaluasi struktur, proses dan output.
a. Evaluasi Struktur
Pada kegiatan sosialisasi hasil survey perencanaan dilakukan secara terkoordinasi dengan baik antara sekolah, puskesmas, kelurahan dan kader kesehatan serta program praktik spesialis keprawatan komunitas. Kelurahan menyediakan tempat, mencetak dan mendistribusikan undangan serta membantu penyediaan sebagian kosumsi. Begitu juga pada kegiatan diskusi hasil lebih mendalam dengan Puskesmas dan guru, Puskemas dan sekolah bersedia dan menyediakan waktu dalam diskusi sesuai dengan apa yang direncanakan.
Pada saat pelaksaaan pelatihan persiapan berjalan dengan baik, undangan dibuat dan didistribusikan Puskesmas dibantu praktikan, penyiapan tempat disepakati oleh pihak sekolah (SDN kemiri Muka 03), undangan sudah tersebar 2 hari sebelum pelaksanaan, materi disiapkan dan digandakan oleh praktikan, sebelum pelatihan dimulai materi sudah dibagikan ke peserta, undangan datang melebihi dari yang diundang, media dipersiapkan dengan baik dan semua berfungsi dengan baik serta ruangan sudah diatur sedemikian rupa sesuai disain praktikan.
Pada presentasi akhir persiapan agat terburu-buru dan secara mendadak juga ada kegiatan di kecamatan, undangan sudah tersebar satu hari sebelum kegiatan, tempat kegiatan di kelurahan sudah disiapkan dengan baik, akan tetapi dukungan kelurahan kurang karena adanya koordinasi yang kurang baik diantara aparat kelurahan. Dari fihak sekolah ada kesulitan karena adanya kegiatan libus sekolah dan dari Puskesmas kurang mensupport kegiatan dengan alasan sibuk di Puskesmas.
b. Evaluasi Proses
Untuk kegiatan sosialisasi hasil survey dalam proses mahasiswa menyajikan dengan baik hasil survey dan sangat direspon oleh peserta yang hadir. Banyak pertanyaan dari peserta yang hadir, tetapi karena batasan waktu yang telah di setting banyak pertanyaan yang tidak tertampung, akan tetapi pada saat itu sudah disepakati adanya suatu kegiatan yang berkaitan dengan pemantauan tumbuh kembang anak dan juga melibatkan guru TK jangan hanya guru SD.
Proses diskusi dengan sekolah dan Puskesmas juga dapat terlaksana dengan baik, sekolah sangat antusias dengan rencana kegiatan dan siap membantu kegiatan, begitu juga dengan Puskesmas siap membantu kegiatan.
Pada pelaksaan pelatihan terlihat peserta sangat antusias, perserta dapat memahami cara pemantauan tumbuh kembang anak dan dapat melakukan pemantauan tumbuh kembang anak, hal ini dapat dilihat dari latihan yang dilakukan. Dalam kegiatan ini juga banyak muncil pertanyaan serta usulan peserta agar kegiatan UKS lebih terencana dan kontinu. Akan tetapi pihak puskesmas tidak dapat hadir saat kegiatan ini, karena saat bersamaan ada kegiatan BIAS di SD lainnya.
c. Evaluasi output (Hasil)
Kegiatan sosialisasi terlaksana dengan baik dan hasilnya adalah kesepakatan berbagai kegiatan. Negosiasi dengan sekolah dan Puskesmas menghasilkan kesepakatan tentang jadwal pelatihan. Hasil pelatihan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dalam pemantauan tumbuh kembang anak, hal ini dibuktikan dari 3 guru yang diuji mempraktikan pemantauan tumbuh kembang pada anak, ketiganya dapat melakukan dengan cara yang benar, serta menginterpretasikan dengan baik hasil pengukuran. Kesepakatan pembentukan kemitraan belum terlaksana dengan baik, walaupun ada keinginan dari sekolah. Pihak Puskesmas secara terpisah mengatakan akan mendukung kemitraan tersebut, akan tetapi mengatakan keterbatasan tenaga, makanya kegiatan yang terlaksana hanya BIAS.
Tindak lanjut
Pemantauan tumbuh kembang perlu dilakukan secara teratur dan kontinu oleh guru dibawah binaan Puskesmas. Orang tua juga akan dilibatkan dalam berbagai kegiatan UKS. Puskesmas perlu membina sekolah secara profesional agar kesehatan anak usia sekolah dapat ditingkatkan secara optimal. Pembinaan secara akademis oleh FIK-UI perlu dikembangkan sehingga kemitraan dapat terjalin dengan baik
H. Abi Muhlisin, SKM., M.Kep